Minggu, 26 Februari 2012

Berpikir Terbalik






Seorang ibu muda dengan gagah beraninya berjalan ditrotoar melawan arah pengendara motor yang naik trotoar. Dia tidak minggir karena motor-motor itu tetapi malah menyuruh para pengendara motor untuk turun. Dia juga mengingatkan bahwa trotoar bukan jalan motor tetapi merupakan hak pejalan kaki.  Rupanya upaya ibu muda yang tanpa pamrih itu bukan tanpa tantangan, beberapa pengendara motor malah memaki, mengumpat, meremehkan  dan mengajak bertengkar. Walau begitu,  ibu muda itu tetap pada pendiriannya dalam mengingatkan pengendara motor supaya turun dari trotoar. Selang kemudian beberapa orang laki-laki  datang membantu ibu muda ini untuk turut mengingatkan para pengendara motor supaya turun dari trotoar yang merupakan hak pejalan kaki.
Tayangan ini terjadi hari sabtu tanggal 25 Februari 2012 di stasiun telivisi Indonesia dengan gambar yang kurang jelas, mungkin direkam dengan alat seadanya.
Dari realita diatas tentu kita sudah tahu maksud berpikir terbalik dan penulis mengajak untuk berpikir tentang siapa yang berpikir terbalik, apakah ibu muda atau para pengendara sepeda motor yang tidak setuju dengan ibu muda itu? Dimana polisi yang digaji untuk tugas itu? Layakkah para pengendara marah? Bersikap sabar memang lebih baik namun jika harus marah, kapada siapa marah itu dialamatkan?
Contoh lain, Misalkan kita kehilangan dompet yang berisi uang dan surat-surat penting, dompet itu jatuh saat kita di Mall atau ditempat keramaian yang lain, maka beberapa kemungkinan yang terjadi:
Kasus 1.
 Ada seseorang yang mengambil lalu memanggil kita untuk menyerahkan dompet kita yang jatuh. Yang kita lakukan besar kemungkinan hanya berucap terima kasih atau lebih parah lagi dalam hati kita muncul kecurigaan atas kebaikan orang itu.
Kasus  2.
 Kita tahu beberapa jam kemudian dan memberikan pengumuman di Mall tentang dompet yang jatuh dan ternyata ada orang yang datang mengembalikan dompet itu. Yang kita lakukan pasti berterima kasih pada orang itu melebihi cara terima kasih kita pada kasus 1 (satu) bahkan tidak menutup kemungkinan kita akan mengambil sebagian uang kita untuk diberikan kepada  pengembali dompet.
Kasus 3.
Seperti kasus 2 (dua) tetapi tidak ada orang yang datang untuk mengembalikan dompet. Kita mungkin akan membuat pengumuman di media masa tentang kehilangan dompet dan memberikan janji bahwa yang menemukan akan kita beri hadiah, uang didalam dompet boleh diambil asal surat-surat penting kita kembali dan sebagainya.
Untuk tahu berpikir terbalik, mari kita lihat jasa orang yang mengembalikan dompet dan dampak keresahan dan ketidaknyamanan yang hilang oleh jasa pengembali dompet.
Pada kasus 3 kita pasti merasakan keresahan luar biasa mengingat surat-surat penting kita ada dalam dompet itu. Kita akan tidak enak makan, susah tidur, kuatir, takut dan sebagainya. Kita akan melakukan upaya dan mengeluarkan biaya untuk kembalinya dompet itu. Setelah kita merasakan semuanya itu kita juga akan sangat berterima kasih dan memberikan hadiah yang besar kepada orang yang mengembalikan dompet karena kita sudah sangat terbantu oleh pengembalian dompet itu.
Pada kasus 2 kita merasakan keresahan dan ketidak nyamanan lebih sebentar dibanding kasus 3, upaya dan biaya yang kita keluarkanpun lebih sedikit yang tidak kita sadari semua itu karena kebaikan orang yang segera mengembalikan dompet kita. Namun dalam kasus ini hadiah yang kita berikan kepada orang yang mengurangi  keresahan dan ketidaknyamanan kita pasti malah lebih sedikit dibanding  pengembali yang membiarkan kita harus resah dan tidak nyaman luar biasa (kasus 3).
Pada kasus 1 sudah dapat kita tebak cara berterima kasih kita, padahal pengembali dompet memberi manfaat luar biasa pada kita yaitu mencegah keresahan dan ketidaknyamanan terjadi pada diri kita.   
Realita diatas terjadi pada kita dalam bentuk dan kondisi yang berbeda, kita  tidak berharap kehilangan dompet atau yang lain namun yang perlu kita tanyakan adalah “apakah kita termasuk orang yang bisa berterima kasih pada sesama, pada alam atau utamanya kepada Tuhan YME”. Semoga bisa menjadi bahan renungan.